JAKARTA – Pelaksanaan lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi berupa 1 paket saham PT Gunung Bara Utama oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung RI, yang dimenangkan PT Indobara Utama Mandiri (IUM), mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Seperti dari Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), sejumlah elemen NGO dan tokoh penggiat anti korupsi. KSST menilai Harga Limit Lelang sebesar Rp1,945 triliun terlalu murah. Karena itu mereka beranggapan hal tersebut berpotensi merugikan keuangan negara.

Adapun PT IUM, perusahaan pemenang lelang barang rampasan benda sita korupsi PT Asuransi Jiwasraya, adalah satu-satunya peserta lelang yang melakukan penawaran satu paket saham PT Gunung Bara Utama sebesar Rp1,945 triliun atau sesuai harga limit lelang.

Dimana uang pembayarannya, jelas KSST bersumber dari pinjaman dari salah satu bank plat merah.

Demikian sejumlah hal yang mengemuka dalam diskusi publik yang bertema “Bedah Tuntas Lelang 1 (satu) Paket saham PT Gunung Bara Utama dalam Perkara Korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Harga Limit Sudah Maksimal? atau
Berpotensi Merugikan Negara?”, yang digelar KSST di Jakarta, Rabu (15/5/2024).

“Harga wajar Barang Rampasan Benda Sita Korupsi PT./ Asuransi Jiwasraya berupa 1 (satu) paket saham PT Gunung Bara Utama, yang memiliki modal dasar sebesar Rp6,5 triliun, ditinjau dari aspek penilaian berdasarkan pendekatan metode Stripping Cost dari jumlah unit produksi (the units of production method) maupun berdasarkan perkiraan Proporsi Cadangan Batubara, dengan berikut seluruh fasilitas infrastruktur adalah sedikitnya berkisar Rp11,6 triliun,” jelas A. Saefudin,
Koordinator Koalisi Sipil Selamatkan Tambang.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, hasil sitaan dari korupsi Jiwasraya itu salah satunya adalah tambang di Kalimantan yang izinnya dimiliki PT GBU, perusahaan yang dimiliki Heru Hidayat.

“Otomatis karena ini diduga dari hasil korupsi untuk membeli dan sebagainya. Itu disita dan sahamnya dilelang sebesar Rp1,9 triliun. Menurut kajian kita harusnya bisa lebih dari segitu. Kita berharap harusnya tadi saat diskusi dari Kejagung, DJKN , apraiser datang menjelaskan. Memang yang ketemu Rp1,9 triliun oke. Tapi tidak datang,” ujar Boyamin.

“Kalau saya sederhana perbandingannya yang nilainya hanya seperempat saja itu laku Rp3 triliun. Nah kalau ada yang nilainya 100 persen berarti 3 kali 4 Rp12 triliun. Ini sama-sama di dalam bumi. Atau kenapa tidak diserahkan ke PT Bukit Asam aja atau dicabut izinnya, baru kemudian dilelang lagi. Itu sebenarnya kajian kami,” imbuhnya.

Bahwa ini ada kerugian atau tidak, pihaknya jelas Boyamin pihaknya menggambarkan mestinya ini harusnya harganya bisa lebih tinggi.

“Saya akan mengadu ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. Kalau sudah benar tidak masalah. Kalau ada masalah dicabut saja,” jelas Boyamin.

Sementara itu Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, yang menyelenggarakan lelang dan menentukan harga limit adalah aparatur kejaksaan, bisa dikenakan pasal 3 undang-undang korupsi.

“bahkan pasal 2 kalau ada kongkalikong dengan pembeli. Itu intinya dari saya. Tinggal didalami saja. Ini gampang kok, persoalannya mau tidak. Sebab inikan menyangkut diri mereka,” ujarnya.

Sementara itu, Ekonom dari INDEF Faisal Basri mengatakan batubara merupakan komoditas yang menggiurkan.

“Produksi batu bara meningkat terus. Indonesia itu cadangan batu baranya tidak masuk 10 besar. Tapi jor-joran dikuras.
Ekspor pada 2022, USD 46,38 Miliar
Setara dengan Rp 660 triliun. Dan pengekspor batu bara terbesar pada 2022/2023. Harga batu bara saat itu melonjak. Tapi tak sepersen pun dikenakan windfall profit tax,” ujarnya.

Sementara itu, terkait dengan polemik tersebut Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), bersama-sama sejumlah elemen NGO dan tokoh-tokoh Penggiat Anti korupsi meminta KPK dapat bergerak cepat menindaklanjuti untuk menemukan tersangkanya, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. (bwo)