foto ist 

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa penanganan Tuberkulosis (TBC) di Indonesia merupakan urusan bersama seluruh pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat.

Menko PMK menekankan bahwa mandat penanggulangan TBC sudah dituangkan secara tegas dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. 

“Pekerjaan ini sangat luas dan secara tegas dituangkan dalam perpres. Sampai target penurunan juga sudah dituangkan,” ujarnya saat memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Percepatan Eliminasi TBC, di ruang rapat lantai 14 Kantor Kemenko PMK, pada Kamis (25/9/2025).

Ia menegaskan, Perpres tersebut mengamanatkan target eliminasi TBC pada 2030. Perpres menegaskan bahwa di tahun 2030 itu mandat yang tegas. Penurunan angka kejadian menjadi 65 per 100 ribu penduduk, penurunan angka kematian akibat TB menjadi 6 per 100 ribu penduduk. Sebuah mandat yang tegas dalam perpres,” tutur Menko PMK.

Menurutnya, kerja besar ini hanya bisa dicapai bila dilakukan lintas sektor. Kementerian Kesehatan bertugas menyediakan layanan TBC yang bermutu, promosi kesehatan, penemuan kasus, pengendalian faktor risiko, pencegahan, hingga dukungan gizi dan psikososial bagi pasien dengan didukung Kementerian- Lembaga, dan stakeholders lain.

Termasuk optimalisasi layanan rujukan bersama BPJS Kesehatan serta penguatan fasilitas kesehatan dan sanatorium.

Kemendagri mendorong pemda menjadikan penanggulangan TBC sebagai prioritas dalam RPJMD dan Renstrada, menyediakan pendanaan, memperkuat SDM, memastikan pencatatan kasus dalam sistem informasi TBC, serta mengaktifkan TP2TB di daerah dengan kepala daerah sebagai penanggung jawab.

Sejumlah kementerian lain juga memiliki peran penting. Kemendesa mendorong sosialisasi hingga tingkat desa. Kemendikdasmen, Kemendiktisaintek, LPDP, dan BRIN berperan dalam riset, inovasi, serta edukasi bahaya TBC di kalangan pelajar. Kementerian Agama menggerakkan komunitas keagamaan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat.

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman mendukung pengendalian faktor risiko melalui peningkatan kualitas rumah dan permukiman. Kemensos memberikan dukungan pendampingan dan bantuan bagi pasien.

Adapun Kemensetneg berperan dalam pembaruan regulasi untuk menyesuaikan nomenklatur kementerian/lembaga serta memperkuat tata aturan.

“Ini bukan hanya urusan Kemenkes, tetapi semua kita terlibat dalam penanganan penanggulangan TBC. Termasuk perlindungan terhadap stigma dan diskriminasi terkait kasus TBC. Jadi orang tidak mau dites karena takut dikucilkan dari masyarakat,” tegasnya.

Menko PMK menekankan pentingnya penguatan kelembagaan TP2TB, regulasi, serta pendanaan agar target percepatan bisa tercapai. Ia mengingatkan bahwa seluruh mekanisme kerja sudah tertuang jelas dalam Perpres, tinggal bagaimana semua pihak benar-benar bergerak bersama untuk mencapai eliminasi TBC pada 2030.

“Dalam 5 tahun ini kita harus menurunkan TB sebesar 50 persen. Semua agenda ini harus dilakukan, terutama aktivasi dan penguatan kelembagaan, penguatan TP2TB. Regulasi juga menyesuaikan dan penguatan multisektoral,” ucapnya.