JAKARTA – Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, mendatangi kantor Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung, di Jakarta, Senin (26/5/2025). Kehadiran para aktivis Anti korupsi tersebut terkait kasus Zarof Ricar.

Para aktivis tersebut yakni Ronald Lobloby, Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, diperiksa sebagai pelapor oleh Inspektur Jamwas, dengan didampingi Sugeng Teguh Santoso, SH, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Petrus Selestinus, SH, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), dan Carrel Ticualu, SH (Peradi Pergerakan).

Usai diperiksa sebagai saksi pelapor, mereka meminta kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) untuk mendalami empat fakta penting bukti dugaan unprofessional conduct dan/atau penyalahgunaan kewenangan dan/atau merintangi penyidikan (obstruction of justice), dalam penanganan penyidikan kasus korupsi Zarof Ricar.

“Hingga kini tidak pernah dilakukan penggeledahan terhadap rumah dan kantor pihak penyuap — usai Zarof Ricar memberi pengakuan dihadapan penyidik telah menerima suap sebesar Rp50 miliar dan Rp20 miliar dari PL pemilik Sugar Group Company sejak tanggal 26 Oktober 2024. Setelah dikritisi — enam bulan kemudian — baru penyidik melakukan pemanggilan terhadap PL, Vice President PT SIL pada tanggal 23 April 2025, dan GY Dirut SIL pada tanggal 24 April 2025,” jelas Ronald.

“Pengakuan telah menerima uang suap itu diulang kembali oleh Zarof Ricar di muka persidangan pada tanggal 7 Mei 2025. Terdapat meeting of minds antara Zarof Ricar sebagai perantara hakim agung penerima suap, dengan Sugar Group selaku pemberi yang ingin perkara perdatanya menang melawan Marubeni Corporation di tingkat Kasasi dan PK,” imbuhnya.

Ronald mengatakan, fakta pertama
mengindikasikan dalam kasus korupsi Zarof Ricar diduga terjadi penyalahgunaan kewenangan dan/atau merintangi penyidikan (obstruction of justice).

Fakta penting kedua jelas Ronald, terkait temuan barang bukti uang tunai sebesar Rp915 miliar dan 51 kilogram emas, Zarof Ricar hanya dikenakan pasal gratifikasi dan bukan pasal suap.

“Hal itu sebagaimana tertuang dalam dalam Surat Dakwaan yang dibacakan JPU, Senin, 10 Februari 2025. Ini merupakan strategi penyimpangan penegakan hukum, sekaligus modus untuk merintangi penyidikan (obstruction of justice) yang dikualifisir melanggar Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER–014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa jo pasal 3 huruf b, pasal 4 huruf d, pasal 7 ayat 1 huruf f Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER–014/A/JA/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa, pasal 2 huruf b Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2024, poin 15 pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 dan/atau Pasal 421 KUHP dan/atau Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” bebernya.

Sementara itu, Sugeng Teguh Santoso, SH, Ketua IPW mengatakan selaku penanggung jawab di bidang penyidikan dan penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Jampidsus Febrie Adriansyah seharusnya memerintahkan JPU M. Nurachman Adikusumo untuk melekatkan pasal suap terhadap terdakwa Zarof Ricar.

“Tidak dilekatkannya pasal suap dalam surat dakwaan Zarof Ricar dengan dalih apapun dapat dipandang sebagai bentuk kejahatan yang serius yang diduga memiliki motif dan mens rea untuk “mengamankan” pemberi suap, termasuk Sugar Group Company dan melindungi hakim pemutus perkara, yang menjadi tujuan akhir pemberian uang tersebut, sebagai pemangku jabatan yang dapat membuat putusan,” ujar Sugeng.

Menurutnya, dalam dakwaan JPU mencantumkan temuan mengenai bukti berupa uang tunai sebesar Rp915 milyar dan 51 kilogram emas, serta catatan tertulis antara lain “Titipan Lisa“, “Untuk Ronal Tannur: 1466/Pid.2024”, “Pak Kuatkan PN” dan “Perkara Sugar Group Rp. 200 milyar”. Seharusnya bukanlah gratifikasi melainkan pasal “suap” .

“Apalagi diksi yang digunakan jaksa dalam dakwaannya menyebutkan “Pegawai negeri”, “Jabatan”, “mempengaruhi putusan”, “mempegaruhi hakim”. Terdakwa Zarof Ricar lebih tepat diposisikan sebagai Gate Keeper atau penyimpan uang suap, bukan sebagai penerima akhir dari uang tunai sebesar Rp915 miliar dan 51 kilogram emas tersebut,” jelas Sugeng.

“Hal ini diperlukan agar dapat diketahui bagaimana peran terdakwa Zarof Ricar dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan. Apakah sebagai pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger), atau hanya sebagai pembantu (medeplichtige). Seluruh dakwaan harus dirumuskan secara jelas agar terhindar dari terjadinya kekaburan (obscuur libel). Hal ini sejalan dengan ketentuan di dalam Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 pada bab IV halaman 3 dan Petunjuk Teknis Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor B-845/F/Fjp/05/2018 tertanggal 24 Mei 2018 poin 7 halaman 16,” imbuh Sugeng.

Fakta penting ketiga, kesaksian Ronny Bara Pratama, anak Zarof Ricar di muka persidangan pada Senin, 28 April 2025, yang pada pokoknya menyatakan jumlah uang yang disita sebenarnya sebesar Rp.1,2 triliun, sesuai dengan BAP yang ditandatangani. Dan bukan Rp.915 miliar.

“Sehingga patutlah kalau dipertanyakan, kemana sisa uang Rp285 miliar itu,” jelas Sugeng lagi.

Sedangkan fakta keempat menurut Ronald, dalam pembuktian dakwaan terhadap terdakwa Zarof Ricar terdapat keganjilan.

Karena ternyata JPU tidak memakai alat bukti dan barang bukti elektronik (electronic evidence) yang berisi data elektronik (email, riwayat browsing, file, foto, video dan lain-lain) yang ditemukan saat penggeledahan di rumah kediaman Zarof Ricar. Baik berupa handphone, laptop maupun email milik Zarof Ricar, anak-anaknya dan istrinya.

“Usai melakukan penggeledahan, tidak pernah diumumkan perihal ditemukannya , laptop maupun email milik Zarof Ricar, anak-anaknya dan istrinya tersebut” kata Ronald.

Evaluasi Kinerja Jampidsus

Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi ingin menegaskan sepenuhnya mendukung langkah pemberantasan korupsi yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto dan Kejaksaan Agung RI.

“Namun untuk menjamin keberhasilan pemberantasan korupsi Kepala Negara diminta mengevaluasi kinerja Jampidsus Febrie Adriansyah. Niat mulia Presiden Prabowo Subianto yang ingin menyejahterakan rakyat dengan mendorong kuat pemberantasan korupsi dan penguatan integritas aparatur pemerintah niscaya akan sulit dicapai apabila penyalahgunaan kewenangan dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dibiarkan terus berlanjut,” ujarnya.

“Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi pada Rabu, 28 Mei 2025 akan menyerahkan Surat Terbuka untuk Presiden RI, Bapak Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, dengan melampirkan Buku yang berjudul ‘Memberantas Korupsi Sembari Korupsi’, yang merupakan Himpunan Dugaan Penyalahgunaan Wewenang dan/atau Tindak Pidana Korupsi Dalam Kegiatan Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI,” pungkasnya.